Empat Perusahaan Kasus Karhutla di Riau
Empat Perusahaan Ditindak Akibat Karhutla di Riau
wantmag.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Deputi Penegakan Hukum Lingkungan (Gakkum) menindak tegas empat perusahaan di Riau. Langkah ini diambil setelah terdeteksi sejumlah titik panas (hotspot) di area konsesi perusahaan tersebut sepanjang Januari hingga Juli 2025. Kasus ini menjadi sorotan karena meningkatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah tersebut.
Keempat perusahaan bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan pemanfaatan hutan. Data pemantauan menunjukkan hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang hingga tinggi berada di area tanggung jawab mereka.
“Baca juga: Ancaman Kebijakan Baru X Di Indonesia“ [3]
Empat Perusahaan Daftar Perusahaan dan Temuan Hotspot di Area Konsesi
Tim pengawasan Empat Perusahaan KLHK mendeteksi titik panas pada konsesi milik PT Adei Crumb Rubber (5 hotspot), PT Multi Gambut Industri (5 hotspot), PT Tunggal Mitra Plantation (2 hotspot), dan PT Sumatera Riang Lestari (13 hotspot). Selain itu, PT Jatim Jaya Perkasa—pengelola pabrik kelapa sawit—juga tercatat memiliki satu hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi.
Verifikasi di lapangan menunjukkan cerobong pabrik milik PT Jatim Jaya Perkasa menyebabkan pencemaran udara di Kabupaten Rokan Hilir. Atas temuan tersebut, seluruh operasional pabrik dihentikan dan perusahaan dikenai sanksi administratif.
KLHK menegaskan, setiap pemegang izin usaha wajib mencegah terjadinya kebakaran di area konsesinya. Pembiaran terhadap potensi kebakaran merupakan bentuk kelalaian serius.
Pemerintah Tegaskan Komitmen Penegakan Hukum Lingkungan
Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen Rizal Irawan, menyatakan tidak ada toleransi bagi perusahaan yang lalai atau sengaja membakar lahan. “Mitigasi karhutla adalah kewajiban yang melekat pada setiap konsesi,” tegas Rizal pada Sabtu, 16 Juli 2025.
Ia menambahkan bahwa KLHK akan mengerahkan seluruh instrumen penegakan hukum—pidana, perdata, dan administratif—untuk memastikan akuntabilitas korporasi.
Langkah tegas ini diharapkan menjadi peringatan bagi pemegang izin lainnya agar memperketat pengawasan dan mencegah karhutla secara aktif. Pemerintah juga terus melakukan pemantauan udara serta modifikasi cuaca bersama BMKG dan BNPB sebagai langkah penanganan jangka pendek.
KLHK Minta Pengusaha Perkuat Mitigasi Karhutla Jelang Musim Kemarau
Menjelang puncak musim kemarau, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) memperingatkan seluruh pelaku usaha agar meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pemerintah menegaskan pentingnya kesiapan korporasi dalam melakukan pencegahan sejak dini melalui langkah-langkah mitigasi yang terukur dan berkelanjutan.
KLHK mengimbau agar semua pemegang izin, terutama di sektor kehutanan dan perkebunan, melakukan penguatan sistem pemantauan dan penanganan dini. Beberapa langkah konkret yang wajib dilakukan antara lain pembangunan sekat kanal, penyediaan embung air di sekitar area konsesi, dan pelaksanaan patroli terpadu secara berkala. Upaya ini dianggap penting untuk mencegah meluasnya titik api saat suhu udara tinggi dan curah hujan menurun drastis.
“Kami ingatkan, mitigasi bukan pilihan, tapi kewajiban hukum bagi setiap pemegang konsesi,” ujar Irjen Rizal Irawan, Deputi Penegakan Hukum Lingkungan KLHK, Sabtu (16/7/2025). Ia menegaskan bahwa korporasi yang lalai akan dikenai sanksi tegas, termasuk pidana jika ditemukan unsur kesengajaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Riau menjadi salah satu provinsi dengan kasus karhutla tertinggi di Indonesia. Data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa pada periode 2015–2023, lebih dari 1,6 juta hektare lahan terbakar di provinsi tersebut.
KLHK memastikan bahwa penegakan hukum akan menjadi instrumen utama dalam menekan angka karhutla yang melibatkan entitas bisnis. Di sisi lain, pendekatan restoratif dan kolaboratif tetap diutamakan dalam mendorong pelaku usaha berkomitmen menjaga ekosistem.
Dengan meningkatnya risiko cuaca ekstrem, pelaku usaha diimbau untuk segera mengevaluasi dan memperbarui rencana kontinjensi mereka. Pemerintah menegaskan tidak akan memberikan toleransi bagi perusahaan yang gagal menjalankan tanggung jawab lingkungannya.