Gerhana Bulan Bikin Gempa
BMKG Tegaskan Gerhana Bulan Tidak Memicu Gempa
wantmag.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa gerhana bulan tidak berkaitan dengan aktivitas gempa bumi. Namun, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung anggapan tersebut.
“Baca juga: Stabilitas Tarif Listrik Juli 2024, Penjelasan dan Dampaknya“ [2]
Pengaruh Gravitasi Bulan dan Matahari
Menurut Daryono, gravitasi Bulan dan Matahari memang memengaruhi pasang surut air laut. Selain itu, gaya tarik ini juga memberi tekanan kecil pada kerak Bumi yang dikenal dengan istilah earth tides.
Meski begitu, pengaruh tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan energi besar di zona patahan aktif. Energi di zona patahan inilah yang menjadi pemicu utama terjadinya gempa bumi. Dengan demikian, gerhana bulan tidak bisa dijadikan indikator terjadinya gempa.
Penjelasan Ilmiah dan Imbauan Masyarakat
“Gaya gravitasi Bulan dan Matahari memang berpengaruh pada pasang surut laut dan sedikit menekan kerak Bumi. Namun, efek ini sangat kecil dibanding energi di zona patahan.
BMKG juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh informasi menyesatkan yang mengaitkan fenomena alam dengan bencana. Sebaliknya, masyarakat disarankan memanfaatkan momen gerhana untuk edukasi sains dan kegiatan ibadah, seperti sholat khusuf bagi umat Islam.
Fenomena gerhana bulan total berikutnya akan terjadi pada 7–8 September 2025 dan dapat diamati di beberapa wilayah Indonesia. BMKG menegaskan pentingnya menyikapi fenomena ini sebagai pengetahuan astronomi, bukan sumber kecemasan akan gempa bumi.
Proses Ilmiah Terjadinya Gerhana Bulan Total
Gerhana bulan total merupakan fenomena astronomi yang dapat diprediksi secara akurat melalui perhitungan pergerakan benda langit. Peristiwa ini hanya terjadi saat fase purnama, ketika posisi Matahari, Bumi, dan Bulan berada dalam satu garis lurus.
BMKG menjelaskan, pada kondisi tersebut Bulan masuk sepenuhnya ke bayangan inti Bumi yang disebut umbra. Saat puncak gerhana berlangsung, Bulan tidak hilang dari pandangan, melainkan tampak berwarna merah. Fenomena ini populer dengan sebutan Blood Moon dan dapat diamati dengan mata telanjang jika cuaca cerah.
Cahaya Matahari yang melewati atmosfer akan terurai, di mana cahaya biru dengan panjang gelombang pendek lebih banyak tersebar. Inilah alasan ilmiah mengapa Bulan terlihat merah ketika total terjadi.
Namun, sains membuktikan bahwamerupakan proses alamiah yang tidak berhubungan dengan bencana ataupun peristiwa gaib.
Dengan pemahaman yang tepat, gerhana bulan total dapat dilihat sebagai keindahan alam semesta sekaligus kesempatan untuk meningkatkan literasi astronomi di masyarakat.
“Simak juga: Geliat Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri, Tinjauan Mei 2024“ [4]